Abu Yusuf Ya'qub al-Kindi, Filsuf Islam Pertama

07.36 Unknown 0 Comments


LesbumiNUBOLTIM.com - Abu Yusuf Ya’qub al-Kindi atau yang lebih dikenal sebagai Al-Kindi adalah filsuf pertama yang lahir di kalangan Islam. Al-Kindi lahir di Kufah sekitar tahun 800 M lebih tepatnya 801M dan wafat pada 873 M dalam umur 72 tahun. Al-Kindi memiliki aneka karya dalam bidang Matematika, Filsafat, Musik, Kimia, Kedokteran, Fisika, Psikologi, dan Astronomi.
Al-Kindi berasal dari keluarga bangsawan Irak, ayahnya adalah gubernur Kufah pada saat itu. Kakek buyut dari Al-Kindi dikenal sebagai salah satu sahabat Nabi Muhammad Saw. Al-Kindi menjadi tokoh pertama yang berhadapan dengan berbagai aksi kejam dan penyiksaan yang dilancarkan oleh para bangsawan religius ortodoks terhadap berbagai pemikiran yang dianggap sesat tetapi Al-Kindi dapat melarikan diri dari usaha kejam itu.

Al-Kindi dalam pembahasan filsafat ketuhanannya mengawali dengan uraian tentang urgensinya filsafat. Filsafat menurut Al-Kindi adalah ilmu tentang kebenaran (hakikat) segala sesuatu menurut kesanggupan manusia, yang mencakup Ilmu Ketuhanan , Ilmu Keesaan, Ilmu Keutamaan (fadhilah), dan ilmu tentang semua cara meraih kebenaran dan menghindar dari mudharat. Menurut Al-Kindi, filsafat merupakan ilmu yang amat mulia di atas ilmu-ilmu yang lain. Dan kemuliaan yang tertinggi dari berbagai macam cabang filsafat adalah filsafat pertama, yaitu Ilmu Kebenaran pertama yang menjadi penyebab setiap kebenaran.

Sebelum mendefinisikan filsafat Al-Kindi menegaskan akan pendapatnya menerima adanya perbedaan pengertian di setiap filosof. Baru kemudian Al-Kindi seperti yang dikutip oleh Sami Afifi, menguraikan pemaknaan filsafat dari berbagai sisi. Pertama dari tinjauan akar kata (Hubbul Hikmah) Kedua dari sisi suluk insaniah. Ketiga dari sebab batasannya. Keempat dari segi pengetahuan manusia terhadap dirinya. Kelima pengertian filsafat yang diikuti.

Pertama dari akar kata, filsafat diartikan sebagai cinta terhadap kebenaran, sedangkan dari sisi yang kedua diartikan sebagai cara menyamai Tuhan sesuai dengan kemampuan manusia yang ingin menjadi manusia yang sempurna dan mulia. Ketiga sebagai induk dari segala ciptaan. Keempat dia sebagai cara manusia mengenali dirinya. Dan terakhir sebagai pengetahuan akan sesuatu,hakekat yang abadi menyeluruh sesuai kemampuan manusia. 

Menurut Al-Kindi, agama dan filsafat tidak mungkin bertentangan. Agama di samping sebagai petunjuk dan pedoman juga menggunakan akal, dan filsafat juga menggunakan akal. Di dalam al-Qur`an disebutkan, “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi serta pergantian malam dan siang, terdapat tanda-tanda [āyāt] bagi kaum yang berakal; yaitu mereka yang ber-dzikir dalam keadaan berdiri dan duduk dan mereka yang ber-tafakkur dalam penciptaan langit dan bumi…”. Yang benar pertama adalah Tuhan. Dalam hal ini, filsafat juga membahas soal Tuhan dan agama. Dan filsafat paling tinggi adalah filsafat tentang Tuhan yang diketahui sebagai filsafat skolastik. Bagi Al-Kindi, orang yang menolak filsafat bisa dianggap kafir karena dia jauh dari kebenaran meskipun dirinya sudah beranggapan dirinya yang paling benar.

Menurut Al-Kindi jika terjadi pertentangan antara nalar logika dengan dalil-dalil agama dalam al-Qur`an, hal itu harus dipikirkan dan dibahas dengan interpretasi, kontekstualisasi, atau rasionalisasi atas teks-teks keagamaan. Hal ini dikarenakan dalam bahasa,bahasa apapun termasuk Indonesia, Arab, Inggris terdapat makna yang bersifat hakiki yang bermakna satu dan makna yang figuratif atau metafora yang dapat berbeda cara menafsirkannya.

Namun Al-Kindi berfikir bahwa memang ada perbedaan dari segi sumber informasi antara agama dan filsafat, yaitu cara memperoleh informasi itu sendiri. Agama diperolah melalui wahyu dan tanpa proses belajar sedangkan filsafat diperoleh dari proses belajar. Tidak mungkin filsafat diperoleh tanpa belajar. Hal yang berbeda lainnya adalah dari segi pendekatan. Agama dilakukan dengan pendekatan keimanan sedangkan filsafat menggunakan pendekatan logika.

Al-Kindi juga menyinggung soal jiwa manusia. Al-kindi berpendapat bahwa jiwa itu tidak tersusun,ruh manusia itu sendiri merupakan hal yang berasal dari Tuhan. Dalam hal jiwa, Al-Kindi lebih cenderung mendekati pandangan Plato yang mengatakan bahwa hubungan badan dan jiwa bercorak accidental. Berbeda dengan Aristoteles yang berpendapat bahwa jiwa adalah bentuk dari badan.

Menurut al-Kindi, jiwa memiliki 3 daya:
1.jiwa bernafsu 
2.jiwa pemarah 
3.jiwa berakal

Al-Kindi berbeda dari Aristoteles yang berpendapat bahwa jiwa adalah form dari badan. Al-Kindi membagi roh atau jiwa ke dalam tiga daya, yakni daya nafsu, daya pemarah, dan daya berpikir. Menurutnya, daya yang paling penting adalah daya berpikir, karena bisa mengangkat eksistensi manusia ke derajat yang lebih tinggi. Al-Kindi juga membagi akal mejadi tiga, yakni akal yang bersifat potensial, akal yang telah keluar dari sifat potensial menjadi aktual, dan akal yang telah mencapai tingkat kedua dari aktualitas.

Selama ruh atau jiwa berada di dalam badan jiwa tidak akan menemukan kebahagiaan hakiki dan pengetahuan sempurna. Setelah bepisah dari badan dan dalam keadaan suci, ruh akan langsung pergi ke alam akal di atas bintang-bintang, berada di lingkungan cahaya Tuhan dan dapat melihatNya. Manusia yang berbuat baik akan bahagia di alam akal di sana, begitu juga sebaliknya.

Dalam pemikirannya, Al-Kindi berkesimpulan bahwa alam ini pastilah terbatas, dan ia menolak secara tegas pandangan Aristoteles yang mengatakan bahwa alam semesta tidak terbatas. Sampai saat ini pun, kepastian mengenai terbatas atau tidaknya alam semesta masih belum terjawab dan masih kontroversial. Dalam perkembangan ilmu pengetahuan mengenai alam semesta saat ini, yaitu Big Bang, diketahui bahwa alam semesta berkembang dalam beberapa fase dan akan selalu berkembang. Namun ukuran semesta terbatas atau tak terbatas pun masih tidak pasti.

Al Kindi adalah seorang filsuf yang berusaha mempertemukan agama dengan filsafat.Meski Al-Kindi terpengaruh pemikiran-pemikiran Aristoteles dan memperlihatkan corak pitagorasisme, namun dalam beberapa hal Al-Kindi tidak sependapat dengan para filsuf Yunani mengenai hal-hal yang dirasakan bertentangan dengan ajaran agama yang diyakininya. Dalam menyikapi hal ini, pada dasarnya agama merupakan ajaran yang berasal dari Tuhan yang kebenarannya tidak membutuhkan dukungan dari hasil pemikiran manusia karena kebenaran dari ajaran agama adalah mutlak.

Penulis : Pixarani Noorsavitri, Mahasiswa Prodi Sastra Inggris Fakultas Ilmu Budaya Universitas Brawijaya Malang

.

0 komentar:

TERIMAKASIH SUDAH BERKUNJUNG DI BLOG KAMI